Senin, 15 Juni 2009

Penyakit Gila Karena Cinta

Pernahkah Anda mencintai seseorang sampai mau mati rasanya?Dada berdebar-debar tak terkendali. kalau sudah tidur susah bangun, kalau sudah bangun susah tidur, mau apa-apa rasanya tak bergairah?
Cinta memang sering bikin orang mabuk kepayang bahkan menggila…sering kudengar cerita cinta yang bikin orang hilang akal: menempuh perjalanan bolak-balik Jakarta-Bandung hanya untuk bilang "aku kangen kamu!", 103 sms dan 4,5 jam percakapan dengan inti yang sama:"aku kangen kamu!" tak mengurangi rindu sedikit juga! Aku hanya bisa berkomentar sambil geleng-geleng kepala:"Gila loe!" Seorang teman lain bercerita dengan bangga bahwa ia rela berlatih gitar dari nol sampai jari-jarinya melepuh demi gape membawakan lagu "Sempurna" hanya dalam waktu 1 minggu. Demi apa?hanya demi mengesankan seorang gadis di acara pensi sekolah! Sekali lagi aku hanya bisa berkomentar sambil geleng-geleng:"benar-benar sinting loe!"

Namun reaksi dan komentarku sungguh berbeda ketika mendengar cerita cinta klienku, sebut saja namanya Roy! Cinta benar-benar membuatnya gila! Ria, pacar pertama Roy diusianya yang ke 26 membuatnya tak menentu, gelisah, tak bisa tidur, tak bergairah beraktivitas bahkan hanya untuk bangun dari ranjang dan mandi. Kegilaan yang wajar apabila hanya sampai disitu, yang bikin miris Roy merasa tertekan dan depresi setiap berpacaran dengan Ria, berat badannya menurun, sering ia merasa begitu gelisah dan tidak bisa duduk diam, ia hanya berjalan mondar-mandir tak bertujuan dan ia terus merasa dorongan untuk memutuskan hubungan. Seringkali ia tidak dapat menahan dorongan ini dan akhirnya memutuskan hubungan dengan Ria. Setelah kata putus terucap, ketegangannya merada, ia bisa beraktivitas dengan normal, perasaannya tenang dan lega. Namun tak sampai seminggu, kerinduan timbul di hati Roy, akunya ia sangat menyayangi Ria, ia tak tahan membayangkan Ria berpacaran bahkan menikah dengan pria lain. Akhirnya Roy menghubungi Ria dan mengajaknya kembali berhubungan dan ia pun kembali menderita depresi. Aneh…kalau sepasang kekasih biasanya merana karena cintanya tak dapat restu dari orangtua, Roy merana karena cintanya pada Ria seakan ditentang oleh sebagian dari diri Roy. Benci tapi rindu, sayang tapi tertekan! Akibatnya hubungan mereka tak jauh-jauh dari lagu BBB: "putus-sambung….putus-sambung….putus-sambung!"


Konsultasi dengan psikiater dan 2 orang psikolog Roy lakukan, terapi obat, psikoterapi sampai shock therapy (ECT) ia jalani ... Namun semua tetap tak banyak membantu, kelegaan penuh baru diperolehnya ketika ia tak lagi berstatus "pacar". Berada pada status "single" pun tak membuat Roy sepenuhnya tenang, ia tak habis mengutuki diri mengapa senantisasa diserang depresi ketika berpacaran, air matanya meleleh ketika diminta merelakan Ria. Statusnya benar-benar "it's complicated!"…rumit, serba salah, kompleks dan tak mudah diurai.

Selidik punya selidik gangguan Roy yang kompleks tak hanya didasari oleh rasa cintanya pada Ria. Sebelum bertemu Ria, Roy sudah punya masalah depresi ringan. Roy dibesarkan dengan pola asuh yang ambivalen dan conflicting, di satu sisi ia sangat dimanja, dilayani dan dipenuhi kebutuhan materialnya, namun di sisi lain, orangtuanya mengekang dan membatasi “ruang geraknya” dalam mengambil keputusan dan mandiri. Hal ini membuat Roy tumbuh dengan motif-motif yang berkonflik satu sama lain. Di satu sisi ia memiliki kebutuhan untuk bergantung namun juga keinginan utuk mandiri dan menentukan langkah sendiri. Kebergantungan yang disertai dengan keterkekangan kemudian menimbulkan kemarahan dan kebencian yang harus direpresi agar ia dapat bertahan hidup dan sehingga ia tampil sebagai anak yang penurut dan “tidak neko-neko”.

Pola ini berlanjut sampai Roy dewasa, karena orangtuanya senantiasa mengarahkan namun tidak pernah memberikan tanggung jawab yang jelas. Ia tumbuh menjadi anak yang tidak memiliki keinginan sendiri, bergantung pada orangtua dan tidak dewasa dalam mengolah impuls-impulsnya. Ketika Mama Roy terkena depresi, ia kehilangan sosok yang memberikan struktur baginya, yang biasanya menentukan arahnya. Papa Roy yang mulai menuntutnya untuk berperan sebagai orang dewasa menimbulkan frustasi bagi Roy. Usahanya untuk menghibur Mama tidak berhasil, begitu pula usahanya untuk bertanggung jawab terhadap toko yang telah diserahkan padanya. Hal ini membuatnya terbeban dan tidak berguna. Hal ini menimbulkan kecemasan di dalam diri Roy dan menjadi awal perkembangan gangguan. Sedikit saja, ia terbeban oleh tanggung jawab atau tuntutan sosial, gejala depresi ringannya kambuh.

Hubungan dengan Ria menjadi pemicu timbulnya depresi berat yang dialaminya kini. Tuntutan ego untuk memenuhi peran sebagai pria dewasa yang berinisiatif, bertanggung jawab dan nurturing tidak dapat dipenuhi karena pada dasarnya ia adalah pribadi yang dependen dan tidak dewasa. Menurut teori psikoanalisa, depresi timbul karena adanya kemarahan yang diarahkan ke dalam diri sendiri (anger-in). Demikian pula dengan Roy, kemarahannya pada diri sendiri karna tak mampu bertanggung jawab terhadap diri sendiri akhirnya menimbulkan gangguan depresi.

Banyak faktor yang dapat berkontribusi menimbulkan depresi. Depresi sesungguhnya merupakan salah satu penyakit gila dengan prevalensi paling tinggi, sekitar 10-25% dari seluruh populasi dan dapat meningkatkan risiko bunuh diri. Bahkan bintang terkenal seperti Kirsten Dunst pun pernah menderita depresi! Apabila Anda merasakan simptom-simptom ini: sering gelisah tak menentu, kehilangan gairah melakukan kegiatan/hobi yang disenangi, makan/tidur terganggu…segeralah berkonsultasi pada psikolog atau psikiater Anda!